Siapa yang tak suka sate…?
Mungkin pertanyaan ini dijawab “tidak suka”oleh orang yang memiliki penyakit darah tinggi atau seorang vegetarian. Walau sebagian orang di Indonesia khususnya di pulau Jawa pasti menyukai daging potong yang ditusuk lidi bambu atau ada juga yang lebih extreme memakai jeruji roda sepeda.
Sate atau kadangkala ditulis satay atau satai adalah makanan yang terbuat dari potongan daging (ayam, kambing, domba, sapi, babi, ikan, dan lain-lain) yang dipotong kecil-kecil,dan ditusuki dengan tusukan sate yang biasanya dibuat dari bambu, kemudian dibakar menggunakan bara arang kayu. Sate kemudian disajikan dengan berbagai macam bumbu (bergantung pada variasi resep sate).
Sate diketahui berasal dari Jawa, Indonesia, tetapi sate juga populer di negara-negara Asia Tenggara lainnya seperti Malaysia, Singapura, Filipina dan Thailand. Sate juga populer di Belanda yang dipengaruhi masakan Indonesia yang dulu merupakan koloninya. Versi Jepang disebut yakitori.
Resep dan cara pembuatan sate beraneka ragam bergantung variasi dan resep masing-masing daerah. Hampir segala jenis daging bisa dibuat sate. Sebagai negara asal mula sate, Indonesia memiliki variasi resep sate yang kaya. Biasanya sate diberi saus. Saus ini bisa berupa sambal kecap, sambal kacang, atau yang lainnya. Untuk sate bebek Tambak menu lengkapnya adalah sate, saus bumbu manis kacang tanah atau bumbu pedas (menurut selera) dan irisan tomat serta mentimun. Lalu sate dimakan dengan nasi hangat atau, kalau di beberapa daerah disajikan dengan lontong. Kadang-kadang sate dimakan dengan ketupat.
Diduga sate diciptakan oleh pedagang makanan jalanan di Jawa sekitar awal abad ke-19, berdasarkan fakta bahwa sate mulai populer sekitar awal abad ke-19 bersamaan dengan semakin banyaknya pendatang dari Arab ke Indonesia. Hal ini pula yang menjadi alasan populernya penggunaan daging kambing dan domba sebagai bahan sate yang disukai oleh warga keturunan Arab.
Terlepas dari kapan dan siapa pembuat sate yang bisa menjadi kontroversi, ada satu penjual sate di desa Jipang yang mungkin sudah terkenal sampai ke luar negeri…. Luar desa maksudnya.
Ialah ‘Ibu Ketong’ yang menjual sate entah sejak tahun berapa (yang jelas waktu itu pohon kelapa di depan rumah masih pendek ;p) dan sampai sekarang masih setia dengan dagangannya, perlu diketahui bahwa yang dijual disini adalah sate kambing yang merupakan ciri khasnya dengan saus kecap dan potongan cengek/sabrang (cabe rawit).
Satu hal yang penulis ingat (kala itu masih kecil) ketika musim libur hari raya tiba, dimana para perantau dari Jakarta dan kota lainnya berdatangan atau mudik (red) rasanya tidak akan lengkap kalau tidak memesan sate bu Ketong ini, merupakan momen yang ditunggu dimana untuk saya sendiri merupakan hal yang jarang terjadi (makan daging maksudnya hiks…). Biar bagaimana walaupun sate bu ketong ramai pada saat hari raya pada hari biasa pun dagangannya masih tetap laris, ini terbukti dari sisa-sisa tulangnya yang dijual kembali esok paginya dengan nama “celem koropyok” (saya biasa membelinya untuk teman nasi/lauk ketika sarapan). Mungkin ada yang bertanya apa itu celem kropyok…? ketika saya datang ke Jakarta pun tidak ada yang tau karena memang namanya rada “nyeleneh”.
Ketika akhirnya saya tahu nama lainnya pada saat disuguhi makanan serupa di daerah Bogor yang ternyata adalah sop kambing (banyak dagingnya) atau sop tulang taleng ketika tinggal tulangnya, mungkin ada nama lainnya untuk daerah lain, yang jelas kalau berkunjung ke Jipang jangan lupa makan sate Ibu Ketong dengan celem koropyoknya…..
No comments:
Post a Comment